“assalamu’alaikum
warahmatullah”. Kutolehkan kepalaku kearah kiri, mengakhiri shalat isya’ secara
berjamaah. Diikuti gerakan yang sama oleh makmum yang mengikuti dibelakangku. Hari
ini menjadi hari pertama aku melakukan “ta’limul qur’an” kegiatan mengajar di
desa sekitar pondok. Sebuah fasilitas yang di awali dengan TPA, dan di
lanjutkan dengan kajian agama.
Pengalaman
yang baru saja mengisi lembaran hidupku terus berputar di otakku, bagaikan flim
hitam puti demam pangung meringkus nyaliku
ketika berhadapan dengan 30 orang
bapak dan ibu. Detak jantngku terasa meningkat
beberapa kali, hampir merontokkan
materi yang telah aku
persiapkan sejak siang hari. Keringat
bercucuran meleleh dari lubang pori-poriku, padahal malam cenderung dingin. Suaraku
bagaikan tertahan di tengorokan,
walaupun hanya sekedar memberikan
salam pembukaan. Gugup, namun aku tidak
mungkin lagi untuk mundur, “harus maju!” batinku berteriak mencoba mengusir
rasa takut.
Sekitar
30 menit aku menyampaikan materi, tanpa ada kendala yang berarti, meskipun
jantung ini dag dig dug tak beraturan,
namun dapat berangsur tenang rasa gugup yang kurasakan di awal larut oleh
suasana. akan tetapi rasa canggung kembali lagi, ketika ada seorang ibu yang
mengangkat tangannya, di susul pertanyaan yang belum aku bisa menjawabnya “yah
pengalaman pertama” hatiku menghibur. Belum reda rasa canggung karena sebuah
pertanyaan rasa gugup ini mengantikan. Seusai iqomah ,salah seorang warga memerintahku
mengimami mereka. Bagiku imam adalah sebuah posisi yang sangat sakral, tidak
sembarang orang menempati posisi itu. Terlebih
diriku yang minim ilmu agama .
Kuberanikan diri melangkah kedepan
menghadap kemakmum yang rata-rata jauh di atas ku. Ku rapikan ittiba’ kepada rosulullah, dan
“Allhu akbar” suara takbiratul ikhram mengawali ibadah kami. Keheningan
membungkus suasana, kami larut dalam kekhusyu’an menyelami makna ayat suci
Al-Qur’an, hingga kuucapkan, mengakhiri ibadah pada malam itu.
Bersambung...
0 Responses to "Asa Bunda"
Posting Komentar